Pengikut

Kamis, 16 Januari 2014

BERUBAH


BERUBAH” itulah kata-kata yang tepat untuk kamu sekarang.
Aku melihat ke arah dua cewek yang sedang jalan menuju ke kelas, lebih tepatnya ke seorang cewek yang sedang tertawa sambil melihat ke arah sahabat barunya. Dulu dia adalah sahabatku tapi semenjak dia mempunyai teman baru. Bukan, lebih tebatnya ‘sahabat baru’nya sifatnya berbeda, tak seperti dulu.
Entahlah yang jelas persahabatan kami hancur karena dia mulai mendapatkan sahabat barunya. Padahal dia adalah sahabat pertama bagiku. Mungkin teman barunya lebih bisa diandalkan dibanding dengan diriku. Aku tau, aku tak semenarik teman barunya. Tapi mengapa dia melupakanku? Aku tak pernah sama sekali melupakan dia, andaikan dia tau bahwa aku disini masih sangat berharap bahwa hubungan persahabatan ini kembali seperti dulu.
Aku teringat saat pertama kali bertemu dengannya di kantin. Dia menyapaku lebih dulu.
“Hai, aku Amalia.” Ia memperkenalkan dirinya, dan tangannya terulur di hadapanku.
“Hai juga, aku aisyah” aku berkata sambil tersenyum melihatnya.
Sampai akhirnya kami berbincang-bincang di kantin dan tak terasa bel sekolah berbunyi aku mengucapkan selamat tinggal, karena kelas kita beda. Tapi disaat walaupun aku dan dia beda kelas kami tetap bermain bersama-sama.

Dan aku teringat disaat aku sakit dan tidak masuk sekolah, sepulang sekolah amalia langsung ke rumahku dan menanyakan berbagai macam kenapa aku bisa sakit seperti ini dan tidak masuk sekolah.
Mataku memanas ketika mengingat kenang-kenangan itu, padanganku kabur akibat air mata yang mengalir di mataku. Aku menundukan kepala dan cepat-cepat ku hapus air mataku agar tak terlihat oleh teman-temanku di kelas apalagi kalau amalia dan sahabat barunya lihat.
“aisyah, kamu kenapa?”
Aku mengangkat wajahku dan mataku membelalak kaget ketika melihat amalia menanyakanku. karena selama ini dia tak pernah menyapaku, paling menyapaku kalau lagi butuh saja.
“aku gak papa kok” jawabku sambil menggeleng tapi tersenyum
Ia mengangukan kepala lalu pergi ke tempat duduknya bersama teman-temannya. Bahkan disaat bertanya padaku gitu saja wajahnya datar sekali.

Dia. Sahabat lamaku, ternyata sudah banyak berubah. Aku tidak marah padanya, aku hanya kecewa. karena dengan mudahnya dia melupakan persahabatan ini. sedangkan aku melupakannya saja aku tidak mau. karena kenangan ini tidak pernah mau dihapuskan di hatiku.
Tak lama kemudian bel berbunyi, dan semuanya langsung kembali ke tempat duduk masing-masing. Mata pelajaran jam pertama itu IPA, menurutku itu perlajaran terbosan. Tapi aku tetap memperhatikan pelajarannya, Sampai pelajaran jam terakhir pun. Sebenarnya sepulang sekolah ini aku ingin memberi tau sesuatu pada amalia tapi aku urungkan niatku, mungkin akan ku kasih tau nanti saja.
Sudah seminggu aku tidak sekolah, dan tidak kasih kabar kepada amalia walaupun dia tak peduli padaku. Mungkin sekarang aku harus mengirim pesan padanya, walaupun begitu dia tetap sahabat terbaikku.
Ku ambil handphoneku dari tas, lalu ku ketik sms padanya.
“Hi amalia, ini aku aisyah. Aku sudah pindah rumah jadi aku juga harus pindah sekolah. Mungkin terdengar aneh ya menurutmu? Ngapain aku ngasih kabar ke kamu. Tapi kan walaupun begitu kamu tetap sahabat terbaikku. maaf juga ya aku baru kasih kabarnya sekarang. Aku tak berharap kamu membacanya sms ini, Cuma aku berharap semoga setelah ini kamu tidak akan menyianyiakan seorang sahabat. Dan mudah-mudahan kamu menemukan sahabat yang jauh lebih baik dariku. Dan terimakasih juga selama ini kamu mau menjadi sahabatku, maaf jika aku tidak mejadi sahabat yang baik untukmu selama ini. terimakasih juga karena kamu membuat aku jadi mengerti arti persahabatan, dan amalia jika kamu ingin becerita datanglah kepadaku. Walaupun aku bukan sahabatmu lagi, tapi aku mengagap kamu sahabatku. Ingat itu ya, aku tau jauh di dalam hatimu, kamu masih mengagapku sahabat.”

Setelah mengirim pesan yang panjang itu, aku menghela nafas. Aku bedoa semoga dia membalas pesanku ini. baru aku mau meletakan handphoneku di meja tapi tiba-tiba ada sms dari amalia. Dan aku terkejut membacanya.
“aisyah, maafkan aku atas kesalahanku ini. aku menyesal telah menyianyiakan sahabat yang begitu pengertian padaku, maaf karena aku seperti kacang lupa kulitnya. Dan mulai sekarang aku janji aku gak akan menyianyiakan sahabat lagi. Dan aku akan tetap menjadi sahabatmu. Maafkan aku sekali lagi.”
Aku tersenyum melihat pesan amalia. Dan mulai sekarang aku mengerti.
“janganlah kau menyianyiakan sahabatmu, jika kau mempunyai teman barumu. karena, belum tentu teman barumu sebaik sahabatmu yang selama ini menemanimu disaat senang ataupun sedih.”
“sahabat akan tetap menjadi sahabat dan tidak ada yang namanya “mantan sahabat.”
“walaupun sahabatmu yang dulu sudah berubah karena ada teman baru, tetap anggap dia sahabat. karena dulu dia dan kamu adalah sahabat?”
“janganlah kamu merasa sedih karena sahabatmu berubah, karena suatu saat nanti dia akan sadar. Mana sahabat, dan mana teman sesaaat.”
“Semarah-marahnya sahabatmu kepadamu, dia tidak ada bisa lama marah-marah karena pasti dia akan merasa kehilangan”
Dan “jika persahabatanmu hancur karena seseorang, cobalah kau persatukan kembali persahabatannya meski itu sangat sulit sekalipun.”

Cerpen Karangan: Juwita Palvin
lagi belajar untuk membuat cerpen lagi :))


Selasa, 17 Desember 2013

ARDHI DI MATA LEA DAN ARDHI DI HATI LIA

ARDHI DI MATA LEA DAN ARDHI DI HATI LIA
Cerpen Karya Dania Al Wary

Hari ini ultah adikku Lea dan Lia peri cantik yang di ciptakan tuhan untuk ku, ayah dan ibu. Aku tak pernah melihat peri kecilku dari kekurangan mereka meski ku sadar sewaktu-waktu salah satu dari mereka akan meninggalkan kami. Saat itu usiaku terlalu kecil untuk mengetahui kesedihan orang tuaku dan aku juga terlalu larut gembira melihat adikku yang terlahir kembar. Usiaku saat itu 6 tahun, saat ku di jemput pulang sekolah oleh ayah untuk segera ke rumah sakit karena adik kembarku telah lahir. Aku melompat kegirangan akhirnya adikku lahir. Tak sabar rasanya tuk segera sampai dan melihat adik-adikku. Tapi setelah sampai aku tak menemui adikku di kamar ibuku. Aku pun menanyakan kepada ayah dimana adikku. Lalu ayah mengajakku ku suatu ruangan tempat adik-adikku tertidur lelap di dalam sebuah tempat tidur yang bagiku hebat karena semuanya di tutup oleh kaca dan mereka punya tempat tidur sendiri-sendiri dengan cahaya lampu di dalamnya.
“Adik Ardhi ada dua ya, Yah. Lalu siapa yah namanya? Oh iya yah kok adik punya tempat tidur sendiri-sendiri di sini bukannya kemarin ayah hanya beli satu. Ayo yah kita ajak adik pulang. Aku tak sabar ingin bermain bersama mereka.”
“Kamu ingin kasih nama mereka siapa?”
“Aku ingin kasih nama Zahra yah, kata ibu guru Zahra itu artinya bunga. Kan mereka perempuan jadi biar cantik seperti bunga. Boleh ya yah! Tapi yah, adik Ardhi kan ada dua lalu satunya namanya siapa?”

Cerpen Motivasi Pendidikan - Ardhi Di Mata Lea dan Ardhi Di Hati Lia
Ayah hanya tersenyum mendengar nama yang aku beri untuk peri cantikku itu. Lalu ayah memberi nama depan adik-adikku dengan nama Zahra. Zahra Aleea dan Zahra Aliya ya itulah nama kedua adik kembarku. Aku setuju dengan nama indah itu.

Hampir seminggu ibu di rawat, hari ini ibu pulang aku sampai melompat-lompat saat ibu membuka pintu tapi ada yang kurang saat ibu pulang. Karena tanpa mengajak peri cantik Lea dan Lia. Aku sampai ingin menangis di pelukan ibu, aku ingin bertemu dengan adik kembarku. Tapi kata ibu, mereka masih tidur saat ibu mau pulang jadi ibu tidak tega kalau harus mengajak mereka jadi mereka ibu titipkan sama om dokter di sana. Aku pun tersenyum, bu, nanti kalau adik sudah bangun ajak pulang ya buk, Ardhi ingin bertemu mereka bu. Aku hampir setiap hari diajak Ayah untuk melihat adik-adikku yang kian bertambah lucu.

“Yah kapan adik boleh pulang yah, kasian adik yah di sana terus kan sepi gak ada Ardi, gak ada ayah dan ibu di dalam kan gak ada mainan terus nanti kalau mereka lapar gimana ya?”

Lalu ayah mengajakku menemui dokter. Aku pun dengan penuh semangat bergegas ke ruang dokter yang selama ini menjaga adik. Ayo Yah cepat, kita cari om dokternya. Lalu ayah berbicara dengan dokter yang menangani kondisi Lea dan Lia. Ardhi yang tak mengerti obrolan dokter dan ayahnya hanya bisa duduk diam menunggu ayah yang akan menjelaskan kata-kata dokter tadi. Ayah hanya memberitahuku kalau adikku bisa di pulang besok tanpa memberitahuku sakit yang diderita adikku.

Aku gembira sekali hari ini tak terasa sudah dua bulan, Lea dan Lia berada di rumah sakit. Dan kini aku dan ayah bersiap-siap menjemput adik-adikku pulang. Kini rumahku bertambah ramai dengan suara tangisan sikembar. Ku lalui hari-hariku bersama adik-adikku tak lupa setiap bulan aku selalu menemani adik-adikku untuk bertemu om-dokter. Kata ayah om dokter kangen dengan adik kembarku. Aku selalu ikut karena aku tak mau om dokter mengajak Lea dan Lia menginap di sana lagi.

Kini usia adikku menginjak 3 tahun, dan aku mulai merasakan ada yang berbeda dengan adik-adikku. Lalu aku tanyakan itu pada ayah, ayah hanya mampu memberitahuku kalau Lea matanya sakit jadi tidak bisa melihat yang jauh-jauh sedangkan adikku Lia tidak boleh bermain lama-lama nanti dia cepat capek. Oo jadi Lia sama dong Yah seperti Ardhi, Ardhi juga kalau habis main kejar-kejaran pasti capek. Jadi Lia gitu ya yah.

Aku selalu menceritakan apa yang aku kerjakan kepada adik-adikku setiap hari. Aku tak ingin mereka sakit lagi. Kujaga adik-adikku agar mereka tidak main terlalu capek. Kuajak mereka membaca terkadang juga menonton kartun. Kini peri cantikku pintar membaca.

Hari ini rumah kami di hias indah karena hari ini ulang tahun adik kembarku di rayakan bersamaan dengan syukuran karena aku mendapat peringkat 1 di kelasku. Kue tart bergambar minni mouse tak lupa lilin berangka 5 ku letakkan di atas kuenya. Adik kembarku terlihat cantik dengan baju warna pink yang modelnya sama dan rambut yang di beri bando bunga oleh mama. Karena adikku kembar identik jadi mama meletakkan hiasan bando Lea di sebelah kanan dan Lia di sebelah kiri tak lupa kalung nama mereka masing-masing.

Aku sangat sayang kepada adik kembarku. Terkadang barang yang ku punya sering mereka minta. Tapi aku selalu berikannya. Mama memang selalu mengajarkanku untuk mengalah kepada adik-adikku namun tanpa mama ingatkan juga aku kan selalu mengalah demi melihat adikku tersenyum. Pagi ini aku berangkat sekolah saat peri cantikku masih tertidur di kamarnya. Tak ada perasaan apa-apa saat ku melangkahkan kakiku untuk pergi ke sekolah namun saat aku masih di sekolah mendadak ayah menjemputku untuk segera ke rumah sakit kata ayah Lia harus menginap di rumah sakit. Aku menangis di pelukan ibuku,

“Bu, maafkan Ardhi, Lia sakit pasti karena Ardhi tak menjaga Lia. Ardhi main game terus tapi gak apa-apa kok buk kalau mau di jual. Kan Lia sakit juga karena Ardhi..”
“Kok anak ibu jadi cenggeng gini sie, Lia gak apa-apa kok. Lia cuma kecapekan aja besok pasti sembuh. Jangan tangis ya mending Ardhi berdo’a agar Lia cepat sembuh.”
Aku pun mengajak Lea berdo’a. di akhir do’a aku pun berjanji gak kan bermain games terus dan akan menjaga adik-adikku agar mereka tiak bermain terlalu capek. Setelah berdo’a aku mengajak Lea makan makanan yang belikan ayah di kantin rumah sakit. Dengan sabar aku suapi Lea makan. Kini penglihatan Lea semakin terganggu.terkadang dia sulit melihat siapa yang ada di depannya.

Ternyata Lia tak harus menginap di rumah sakit karena sore harinya Lia sudah boleh pulang. Dokter memberitahu ayah dan ibu tentang sakit yang di derita Lia dari bayi ternyata kinerja hati Lia kian memburuk sehingga setiap bulan Lia harus cuci darah di rumah sakit. Tak lupa om dokter memberitahuku agar selalu menjaga adik-adikku jangan sampai mereka bermain terlalu capek kalau mereka sakit mereka bisa menginap di rumah sakit. Aku pun berjanji kepada dokter kalau aku kan selalu menjaga adik-adikku. Aku pun di minta untuk selalu mengajak Lia menemui om dokter setiap tanggal 7. Aku tak tahu untuk apa tapi aku akan selalu mengingatkan ayah dan ibu untuk mengajak Lia bertemu om dokter setiap tanggal 7 agar Lia tidak sakit-sakit lagi.

Ternyata kata dokter benar setiap bulan aku dan mama mengajak Lia untuk bertemu dokter Lia sudah jarang sakit-sakit lagi. Sudah hampir 2 tahun berlalu Lia tidak pernah di rawat di rumah sakit hanya setiap bulan untuk periksa saja. Namun kini aku tahu mengapa Lia harus bertemu om dokter setiap bulan ternyata Lia sakit parah dan Lia bisa meninggal kapan saja. Aku sampai menangis saat tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada adikku.

Hari ini adalah pesta ulang tahunku ke 18, aku awalnya tidak mau di rayakan tetapi Lea dan Lia terus mendesakku, ayah dan ibu juga tak keberatan kalau ulang tahunku kali ini di rayakan. Akhirnya pesta itu pun di gelar. Aku yang sibuk dengan teman-temanku hanya mampu tersenyum dari kejauhan melihat tingkat peri cantikku berebut menerima kado-kado yang sebenarnya untukku. Aku tahu sebenarnya merekalah yang ingin pesta itu tapi ulang tahun mereka masih 5 bulan lagi. Aku janji diulang tahun mereka kan ada banyak kado untuk mereka. Kan ku tabung uang jajanku untuk membeli banyak kado untuk mereka.

Sebelum tidur ku ambil kotak yang tak kuletakkan di bawah tempat tidurku. Hasil pemeriksaan dokter tentang gejala sakit yang aku rasakan selama ini. Aku mengambil hasil tes ini kemarin tapi belum sempat aku baca seharusnya orang tuakulah yang mengambil surat ini tapi ku minta kepada ayah temanku untuk mengambilnya. Setelah ku kunci pintu kamar, ku baca surat itu betapa terkejutnya aku setelah ku tahu kalau aku mengidap leukemia stadium 3 dan kini ku tahu umurku tak kan sampai 1 tahun lagi. Aku hanya bisa menangis membayangkan kalau aku yang kan lebih dulu meninggalkan ayah, ibu juga Lea dan Lia. Tapi aku harus merahasikan ini, aku tak ini menjadi beban bagi mereka. ku ikuti saran dokter untuk rutin memeriksakan kondisiku setiap bulan dan tidak boleh banyak beraktifitas. Namun dibalik rasa sakit ini ku tetap menyiapkan pesta ulang tahun peri cantikku Lea dan Lia. Biarlah ini kan menjadi pesta terindah bagi mereka dariku karena aku tak tahu apakah tahun depan aku bisa membuat pesta seperti ini. 

Hingga hari itu pun tiba, pesta yang berkonsep taman ku buat bersama teman-temanku kini benar-benar jadi kenyataan. Banyak teman-teman dan keluarga yang datang tak lupa kado-kado yang mereka bawa juga kado yang memang kusiapkan banyak untuk mereka dan satu kado special yang hanya boleh di buka pada usia mereka 13 tahun 3 bulan memang aneh katanya namun mereka tak tahu kalau itu adalah hari-hari terakhir aku bersama mereka. 1 bulan berlalu dari hari ulang tahun mereka dan mereka mulai merenggek kepadaku agar kado itu boleh di buka. Tapi aku selalu katakan untuk bersabar biarlah hari itu datang dengan sendirinya tanpa mereka tunggu-tunggu. Kini aku mulai merasakan tubuhku kian melemah dan sering pingsan tanpa sebab. Setelah 2 bulan dari ulang tahun adik kembarku, aku pun tak sadarkan diri selama seminggu kini aku terbaring lemah di sebuah kamar rumah sakit dengan serangkaian alat penolong hidupku. Aku menyampaikan inginku kepada mama kalau aku ingin bertemu Lea dan Lia nanti malam dan tolong di bawakan kado berbungkus pink dariku itu. Tepat pukul 7 malam Lea dan Lia datang ke rumah sakit dengan diantar oleh ayah. Dengan membawa kotak kado yang berbungkus warna pink dan rapi ternyata mereka benar-benar menuruti perkataanku kemarin.

Lia memberikan kado itu kepadaku. Namun aku menolaknya aku minta Lia membuka kado itu dan melihat isi kado itu. Dengan hati-hati Lia pun membuka kado itu ternyata berisi sepasang kalung yang bertuliskan “Peri Cantik” dan selembar kertas. Lia pun membaca surat itu. “untuk Peri Cantik kakak, semoga kalian kan benar-benar terlihat cantik dan merasakan indahnya dunia ini”.

“Maksud kak Ardhi apa?” Tanya Lea yang sejak tadi hanya mampu melihat melalui pendengaran dan hatinya.
“Nanti kalian juga kan tahu maksud kakak, mungkin hanya itu yang dapat kakak beri untuk kalian. Sekarang kalian pakai kalung itu dan jaga baik-baik. Kalian pulang ya sudah malam besok kakak juga kan pulang lagi kok ke rumah”.

Dengan diantar ayah, Lea dan Lia pun pulang dengan rasa senang karena mendapat hadiah kalung dari Ardhi. Namun mereka tak tahu kalau itu adalah malam terakhir mereka bersama Ardhi. Pagi harinya kondisi Ardhi memburuk dengan berbagai cara dokter berusaha untuk menolong Ardhi namun Ardhi dinyatakan telah meninggal dunia. Lea dan Lia sengaja belum diberi tahu karena ibu takut kondisi Lia kan kian memburuk. Mereka baru tahu setelah jenazah Ardhi di bawa pulang, suara tangisan pun tak dapat terbendung lagi. Lia langsung memeluk tubuh Ardhi yang telah terbujur kaku. Dengan di bantu ayah Lea diberitahu dan diantar mendekati Ardhi. Suara tangis saudara kembar ini memecah keheningan duka membuat para pelayat ikut menangis, mereka tahu bagaimana Ardhi sangat menyayangi adik kembarnya tersebut. Lea sampai memohon kepada ayahnya agar ia di bolehkan untuk memeluk tubuh Ardhi untuk terakhir kalinya.

Malam setelah Ardhi dikebumikan. Ayah mengajak Lea dan Lia berkumpul ada sesuatu yang ingin ayah sampaikan mengenai pesan Ardhi sebelum ia meninggal. Ternyata Ardhi telah meminta dokter untuk mendonorkan mata dan hatinya setelah ia meninggal untuk peri cantiknya itu. Lea dan Lia menerima keinginan Ardhi walau mereka sebenarnya sedikit berat untuk menerima dari orang yang paling mereka sayangi.


Setelah seminggu dari operasi, Lea dan Lia dibolehkan pulang namun sebelum menuju rumah mereka kemakam Ardhi. Lea tiba-tiba menangis di atas pusaran makam Ardhi. Lea yang hanya mampu melihat kakaknya sampai berumur 3 tahun merasa bangga terhadap Ardhi, kini berkatnya ia dapat merasakan indahnya dunia lagi dan Lia dapat bermain lagi.

“Terima kasih kak, kakak memang pahlawan kami. Kini kakak bukan lagi di samping kami tapi kak Ardhi kan ada di setiap sorotan mataku dan kakak selalu ada di hati Lia. Makasih kak untuk semuanya.”